Kamis, 08 Maret 2018

Yudi Junaedi: Baca dan Tulis Apa yang Kamu Sukai Dulu!



Masalah minat baca dan menulis di kalangan “Tunas Muda Indonesia” hingga kini belum teratasi secara signifikan. Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa dari tahun 2003 hingga tahun 2012 minat baca penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas selalu rendah. Masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sarana utama untuk memperoleh informasi. Pada tahun 2012, persentase penduduk Indonesia yang membaca menduduki posisi paling rendah yakni hanya 17, 66%. Sedangkan yang menonton televisi sebesar 91,68%; yang melakukan olahraga sebesar 24,99%; dan yang mendengarkan radio sebesar 18,57%. Kondisi minimnya minat baca dan menulis di kalangan remaja sangat disayangkan oleh Muhammad Yudi Junaedi, S.Pd., staff Seksi Penyelenggaraan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang PKn dan IPS (PPPPTK PKn dan IPS) Kemdikbud.
Berikut petikan wawancara dengan laki-laki  yang akrab disapa “Bang Yud” tersebut saat ditemui di kantornya  pada Rabu, 06 April 2016 pukul 08.00 WIB.

Bagaimana minat baca remaja saat ini?
Minim sekali. Contohnya untuk mencari jawaban suatu pertanyaan, murid-murid lebih cenderung suka bertanya kepada temannya, padahal jawaban sudah ada di buku. Anak muda sekarang cenderung malas.
Di bidang non akademis, mereka lebih suka bacaan yang menarik, dengan media dan visualisasi yang lebih menarik pula. Misalkan materi yang disampaikan melalui media powerpoint atau blog. Mereka lebih tertarik.
Bagaimana tentang menulis?
Menulis lebih baik daripada membaca, tetapi hanya berdasarkan apa yang dia lihat. Rata-rata murid tidak punya inisiatif untuk membuat tulisan dengan ide yang lebih segar. Membaca dan menulis dari buku saja tidak mau, apalagi berinisiasi.
Apa Urgensi Membaca dan Menulis?
Membaca bisa menambah wawasan. Lebih penting membaca terlebih dahulu, baru bisa menulis. Media internet lebih atraktif karena disertai gambar yang menarik daripada apa yang disampaikan oleh guru dan buku pelajaran. Teknologi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dibandingkan buku karena lebih praktis dan efisien. Soalnya buku pun hanya dibaca saat pelajaran di kelas.
Menulis juga penting karena menulis merupakan refleksi ilmu yang dimiliki. Menulis itu bisa dimulai dengan menulis diary. Kemudian menulis pelajaran yang sudah dipelajari dan disampaikan guru. Harus dibudayakan oleh guru, dimulai dari apa yang mudah dan disukai oleh siswa.
Kesadaran diri murid akan pentingnya membaca dan menulis harus ditumbuhkan. Hal yang dipaksakan justru hanya akan mencetak generasi-generasi karbitan dan tidak menjiwai ilmu pengetahuan.
Gadget harus dimanfaatkan dan dilengkapi fasilitas untuk belajar. Buku didigitalisasikan biar lebih efisien. Hal ini juga menyangkut upaya penyelamatan berhektar-hektar hutan Indonesia. Buku yang didigitalisasi akan lebih efisien dan praktis, bisa dibawa kemana saja dan dibaca di mana saja. Buku digital dan media-media internet atau elektronik jauh lebih efisien. Sebab faktanya berapa banyak buku yang sudah dicetak dan diedarkan pemerintah? Berapa yang benar-benar dimanfaatkan? Dan berapa yang benar-benar dirawat? Mubadzir kan?
Berarti Pak Yudi Mendukung Adanya E-library?
Saya sangat mendukung. Itu lebih efisien.

Bagaimana Tipsnya agar Anak Muda Indonesia Gemar Membaca dan Menulis?
Jangan memaksa untuk membaca. Baca apa yang kamu sukai. Komik, cerpen, blog-blog dan situs internet yang bermanfaat, dan sebagainya. Nanti akhirnya ketemu bidang ilmu apa yang disukai dan sesuai kemampuan. Orang tua dan guru  tidak boleh memaksakan. Biar anak-anak menemukan apa yang benar-benar mereka minati dan sesuai bakatnya, agar tidak tercetak manusia karbitan saja.
Menulis juga tidak harus di atas kertas, bisa di blog dan media sosial. Yang penting tulis yang baik-baik, dan bukan hujatan. Tulisan yang bermanfaat bagi pembaca dan juga penulisnya.