Masalah minat baca dan menulis di kalangan “Tunas Muda
Indonesia” hingga kini belum teratasi secara signifikan. Badan Pusat Statistik
melaporkan bahwa dari tahun 2003 hingga tahun 2012 minat baca penduduk
Indonesia usia 10 tahun ke atas selalu rendah. Masyarakat Indonesia belum
menjadikan kegiatan membaca sebagai sarana utama untuk memperoleh informasi.
Pada tahun 2012, persentase penduduk Indonesia yang membaca menduduki posisi
paling rendah yakni hanya 17, 66%. Sedangkan yang menonton televisi sebesar
91,68%; yang melakukan olahraga sebesar 24,99%; dan yang mendengarkan radio
sebesar 18,57%. Kondisi minimnya minat baca dan menulis di kalangan remaja sangat
disayangkan oleh Muhammad Yudi Junaedi, S.Pd., staff Seksi Penyelenggaraan
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang PKn
dan IPS (PPPPTK PKn dan IPS) Kemdikbud.
Berikut petikan wawancara dengan laki-laki yang akrab disapa “Bang Yud” tersebut saat
ditemui di kantornya pada Rabu, 06 April
2016 pukul 08.00 WIB.
Bagaimana minat baca remaja saat ini?
Minim sekali. Contohnya untuk mencari jawaban suatu pertanyaan,
murid-murid lebih cenderung suka bertanya kepada temannya, padahal jawaban
sudah ada di buku. Anak muda sekarang cenderung malas.
Di bidang non akademis, mereka lebih suka bacaan yang
menarik, dengan media dan visualisasi yang lebih menarik pula. Misalkan materi
yang disampaikan melalui media powerpoint atau blog. Mereka lebih tertarik.
Bagaimana tentang menulis?
Menulis lebih baik daripada membaca, tetapi hanya
berdasarkan apa yang dia lihat. Rata-rata murid tidak punya inisiatif untuk
membuat tulisan dengan ide yang lebih segar. Membaca dan menulis dari buku saja
tidak mau, apalagi berinisiasi.
Apa Urgensi Membaca dan Menulis?
Membaca bisa menambah wawasan. Lebih penting membaca
terlebih dahulu, baru bisa menulis. Media internet lebih atraktif karena
disertai gambar yang menarik daripada apa yang disampaikan oleh guru dan buku
pelajaran. Teknologi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dibandingkan buku karena
lebih praktis dan efisien. Soalnya buku pun hanya dibaca saat pelajaran di
kelas.
Menulis juga penting karena menulis merupakan refleksi
ilmu yang dimiliki. Menulis itu bisa dimulai dengan menulis diary. Kemudian
menulis pelajaran yang sudah dipelajari dan disampaikan guru. Harus dibudayakan
oleh guru, dimulai dari apa yang mudah dan disukai oleh siswa.
Kesadaran diri murid akan pentingnya membaca dan
menulis harus ditumbuhkan. Hal yang dipaksakan justru hanya akan mencetak
generasi-generasi karbitan dan tidak menjiwai ilmu pengetahuan.
Gadget harus dimanfaatkan dan dilengkapi fasilitas
untuk belajar. Buku didigitalisasikan biar lebih efisien. Hal ini juga
menyangkut upaya penyelamatan berhektar-hektar hutan Indonesia. Buku yang
didigitalisasi akan lebih efisien dan praktis, bisa dibawa kemana saja dan
dibaca di mana saja. Buku digital dan media-media internet atau elektronik jauh
lebih efisien. Sebab faktanya berapa banyak buku yang sudah dicetak dan
diedarkan pemerintah? Berapa yang benar-benar dimanfaatkan? Dan berapa yang
benar-benar dirawat? Mubadzir kan?
Berarti Pak Yudi Mendukung Adanya E-library?
Saya sangat
mendukung. Itu lebih efisien.
Bagaimana Tipsnya agar Anak Muda Indonesia Gemar
Membaca dan Menulis?
Jangan memaksa untuk membaca. Baca apa yang kamu
sukai. Komik, cerpen, blog-blog dan situs internet yang bermanfaat, dan
sebagainya. Nanti akhirnya ketemu bidang ilmu apa yang disukai dan sesuai
kemampuan. Orang tua dan guru tidak
boleh memaksakan. Biar anak-anak menemukan apa yang benar-benar mereka minati
dan sesuai bakatnya, agar tidak tercetak manusia karbitan saja.
Menulis juga tidak harus di atas kertas, bisa di blog
dan media sosial. Yang penting tulis yang baik-baik, dan bukan hujatan. Tulisan
yang bermanfaat bagi pembaca dan juga penulisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar